Hati-Hati Penipuan Berkedok Properti Rumah Syariah
Oleh: Supandi Syahrul, Ketua DPD REI Jawa Timur Komisariat Madura
Belakangan ini, kegiatan-kegiatan yang menggunakan istilah properti syariah, semakin marak. Mulai dari forum pertemuan komunitas, pelatihan, arisan-arisan, hingga launching produk properti berupa perumahan. Semua itu bermuara pada pengumpulan uang dari masyarakat oleh sekelompok orang tertentu. Pengumpulan uang tersebut bisa merupakan pembelian rumah ataupun investasi untuk pengadaan proyek perumahan.
Barang yang dimaksud dalam istilah properti syariah, tentu adalah rumah-rumah dalam proyek perumahan. Karena itu, properti memiliki daya tarik tersendiri untuk diberi label syariah. Padahal, sesungguhnya properti syariah itu tidak ada. Proyek perumahan syariah itu tidak ada. Yang ada adalah properti yang jual-belinya atau pembiayaannya menggunakan akad syariah. Itu saja.
Mengapa banyak orang (konsumen) tertipu membeli rumah-rumah bodong yang disebut properti syariah? Atau, mengapa para penipu dapat melakukan aksinya dengan menggunakan istilah properti syariah? Pertama, karena konsumen tidak paham bahwa properti syariah itu tidak ada. Oleh konsumen, properti syariah yang tidak ada itu, dianggap sebagai properti halal seperti halnya produk-produk makanan yang mendapat sertifikat (stiker) HALAL dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan begitu, mereka berkhayal bisa tinggal di rumah yang suci dan diridhoi oleh allah SWT. Padahal, kesyariahan properti ini sesungguhnya terletak pada akad jual-belinya, bukan terletak pada barang (rumah) yang diperjual-belikan. Orang bisa saja menjual atau membeli pabrik, gudang, ruko, atau tambak dengan menggunakan akad-akad syariah, tapi barang-barang itu tidak lantas disebut sebagai pabrik syariah, gudang syariah, ruko syariah, atau tambak syariah.
Kedua, karena konsumen tidak memahami atau tidak memiliki akses untuk mengatahui secara mendetil tentang legalitas dan perijinan perusahaan yang sedang menawarkan rumah-rumah yang mereka sebut sebagai properti syariah. Jika konsumen dapat mengetahui legalitas dan perijinan perusahaan atau kelompok yang menawarkan properti syariah, mereka tidak akan mudah tertipu.
Sebagai contoh, jika mengetahui perusahaan/developer belum memiliki IMB, tentu konsumen tidak membeli rumah kepada developer tersebut. Jika mengetahui developer belum memiliki lahan (yang dibuktikan dengan sertifikat atas nama perusahaan), konsumen tidak akan membeli rumah yang ditawarkan. Mau embel-embel syariah atau apapun, kalau konsumen mengetahui legalitasnya cacat, mereka tidak akan membeli rumah yang ditawarkan. Oleh karena itu, kelompok-kelompok penjual properti syariah ini, berusaha menutupi legalitas perusahaan dan perijinan proyeknya dari pengetahuan calon-calon konsumennya. Yang biasanya paling mereka tutup-tutupi adalah legalitas kepemilikan tanhanya.
Menghindar dari Riba KPR Bank Syariah
Salah satu ciri kelompok-kelompok yang melakukan penipuan berkedok properti syariah adalah mencegah konsumennya dari kredit kepemilikan rumah (KPR) dari perbankan syariah. Mereka mengelabui konsumennya dengan menyatakan bahwa kredit dari bank-bank syariah itu tetap mengandung riba, dan karenanya haram. Mereka mencegah konsumennya mengajukan kredit ke bank-bank syariah dengan mempromosikan diri anti-riba, tanpa sita, tanpa denda, dan sebagainya.
Menghindarkan konsumen dari jasa perbankan syariah, sebenarnya itu hanya modus untuk menutupi penyimpangan pihak perusahaan. Tentang riba, denda, dan sebagainya, itu hanya alasan agar konsumen (pembeli rumah) tidak menggunakan KPR dari bank-bank syariah. Kalau mereka melayani konsumen yang menggunakan KPR bank syariah, maka mereka pasti diwajibkan memiliki semua persyaratan. Mereka tidak akan bisa mengelabui pihak perbankan seperti mereka kelabui calon konsumennya.
Pihak bank pasti meminta sertifikat yang sdh dipecah per bidang/kavling, dan juga harus atas nama perusahaan, bukan perorangan. Pihak bank juga pasti meminta developer melampirkan ijin-ijin proyeknya, seperti ijin siteplan, IMB, ijin peruntukan lahan, dan sebagainya. Persyaratan dari pihak perbankan itu bukan untuk kepentingan perbankan semata, tetapi sebenarnya juga untuk melindungi kepentingan konsumen. Persyaratan itulah yang dihindari oleh kelompok-kelompok yang menyebut dirinya sebagai developer syariah ini.
Surabaya, 24 Januari 2020
Sumber: https://reimadura.id/penipuan-berkedok-properti-syariah/